Kumpulan Cerpen atau Cerita Pendek

Search This Blog

Beo di Depot Stasiun

Raja Cerpen ~ "Satu  jam  lagi," kata Pak Aruman dalam hati. Lalu arloji itu dimasukkan lagi ke dalam sakunya, yang kemudian dirapatkan dengan peniti.  "Hati-hati  di kereta  api,  banyak  copet,"  demikian  pesan tetangganya, ketika Pak Aruman pamit akan ke Jakarta. Oleh karena itu, arlojinya tidak dipakai di pergelangan tangannya.

"Karcis sudah didapat. Akan tetapi, ... perut terasa lapar. Nah, itu ada depot ... ," pikir Pak Aruman, setelah membaca tulisan di depan sebuah stasiun. Kakinya kemudian melangkah menuju tempat yang diharapkan dapat memenuhi kehendaknya untuk mengisi perut.

Begitu dia membuka pintu, terdengar suara, "Selamat  pagi." "Selamat  pagi. Tetapi  ... eh, ini sudah siang," sahut Pak Aruman sambil  mencari-cari  siapa yang  mengucapkan salam  tadi.


Ketika dia melihat seekor burung Beo dalam sangkar bagus di sudut ruangan maka tertawalah dia. Burung itu pun ikut tertawa.

"Kopi panas satu," kata burung Beo, jelas.

Pak Aruman  tertawa dalam  hati.  Pintar benar burung Beo ini, pikirnya.

"Satu nasi goreng  ...   ," kata burung  itu pula. "Klop!" kata Pak Aruman.

"Pakai telur mata sapi," kata si Beo pula.

"Yah ...  ," sahut Pak Aruman, sambil tersenyum-senyum. Lalu dia mengambil tempat duduk dekat sangkar burung.

Lama tidak ada pelayanan, iseng-iseng Pak Aruman  mendekati si burung  Beo.

"Kau pintar, bagaimana bisa tahu seleraku?"  tanya  Pak Aruman.

"Tusuk  gigi," kata si burung Beo.

"Ya  ...   ya ...   tentu  saja. Tusuk gigi gratis, dan itu perlu untuk membuang kotoran yang melekat pada gigi."

"Lalu, apa lagi?" katanya pula. "Selamat  pagi," sahut si burung.

"Sudah kukatakan,  sekarang sudah siang." "Kopi panas,"  kata si Beo pula.

"Itu sudah."

"Satu nasi goreng."

"Juga sudah."

"Pakai telur mata sapi ....  "
"Jelas.  Itu sudah kamu katakan tadi."

''Tusuk gigi."

"Batal  ...   batal ...   batal ...  ," teriak si Beo, lantang.

"Ya. Batal saja. Bisa ketinggalan kereta api," kata Pak Aruman. Dia pun berdiri dari duduknya dan mengangkat kopor bawaannya.

Begitu membuka  pintu dan  akan melangkah keluar, terdengar olehnya  si Beo berkata  lagi:

"Terima kasih."

"Terima  kasih, apa! Perutku sama sekali belum terisi ...  ," gerutu

Pak Aruman sambil  bergegas  pergi.

Dalam perjalanan,  lelaki itu termenung  sambil memandang  keluar jendela.  Ingatannya  masih tertuju kepada si Beo, yang tadi dianggap pandai dan  mewakili  dirinya.  Dia  merasa  bahwa  burung  pintar  itu sengaja  diletakkan di tempat  itu untuk  membantu  pembeli  memesan makanan.  Apa betul begitu?

Lama dipikir-pikir, akhirnya Pak Aruman tertawa sendiri, menertawakan kebodohannya. Untung tertawanya tidak terlalu keras sehingga tidak  terdengar orang yang duduk di sebelahnya. Kalau terdengar tentu dia ditertawakan orang.
Labels: Cerpen Lucu

Thanks for reading Beo di Depot Stasiun. Please share...!

0 Comment for "Beo di Depot Stasiun"

Back To Top